VISI
MENGHASILKAN TENAGA KERJA YANG BERAKHLAK MULIA, PROFESIONAL DAN
KOMPETEN DI BIDANGNYA UNTUK MEMENUHI TUNTUTAN DUNIA KERJA BAIK SAAT
INI MAUPUN PADA MASA MENDATANG SERTA MAMPU BERWIRAUSAHA.
MISI
MENGEMBANGKAN IKLIM BELAJAR YANG BERPEDOMAN PADA NORMA DAN NILAI BUDAYA BANGSA.
MENGEMBANGKAN SISTEM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN YANG ADAPTIF, FLEKSIBEL, DAN BERWAWASAN GLOBAL.
MENYIAPKAN TAMATAN YANG MEMILILKI PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN AGAR
MAMPU BERKARIER DALAM BIDANGNYA, BERWIRAUSAHA, DAN MELANJUTKAN
PENDIDIKAN KE JENJANG YANG LEBIH TINGGI.
MEMBERIKAN PELAYANAN PRIMA KEPADA MASYARAKAT DALAM MEWUJUDKAN PROGRAM PEMERINTAH.
Reaksi reduksi-oksidasi atau redoks berlangsung dalam sel elektrokimia.
Ada dua jenis sel elektrokimia. Reaksi spontan terjadi pada sel galvani
(volta); Reaksi nonspontan terjadi pada sel elektrolisis. Kedua jenis
sel mengandung elektroda di mana reaksi oksidasi dan reduksi terjadi.
Oksidasi terjadi pada anoda dan reduksi terjadi pada katoda.
Sel Galvani atau Volta
Gambar 1. Sel Volta
Reaksi redoks dalam sel galvani adalah reaksi spontan. Untuk alasan
ini, sel-sel galvani biasanya digunakan sebagai baterai. Reaksi sel
Galvani memasok energi yang digunakan untuk melakukan usaha atau kerja.
Energi yang dimanfaatkan dengan menempatkan oksidasi dan reduksi dalam
wadah terpisah, bergabung dengan suatu alat yang memungkinkan elektron
mengalir. Sebuah sel galvani umum adalah sel Daniell.
SEL ELEKTROLISIS
Sel elektrolisis merupakan proses kimia yang mengubah energi listrik
menjadi energi kimia, yang terpenting dari proses ini adalah adanya
elektroda dan elektrolit. Elektroda tempat terjadinya reduksi disebut
katoda dan elektroda tempat terjadinya oksidasi disebut anoda. Dengan
membuat suatu kontak antar dua fase tersebut akan membuat suatu aliran
ionik pada elektrolit yang menyebabkan terjadinya suatu potensial
elektris diantara kedua elektroda. Potensial elektris ini akan
menyebabkan elektron mengalir dari anoda menuju katoda. Proses ini akan
berlangsung hingga potensial dari ion pada katoda yang ter-reduksi dan
ion pada anoda yang ter-oksidasi mencapai kesetimbangan. Potensial
kesetimbangan dari sel elektrokimia ini bergantung pada jenis spesies
dalam sistem.
Gambar 2. Sel Elektrolisis
Ada dua tipe elektrolisis, yaitu elektrolisis lelehan (leburan) dan elektrolisis larutan.
Pada proses elektrolisis lelehan, kation pasti tereduksi di katoda dan anion pasti teroksidasi di anoda. Sebagai contoh, berikut ini adalah reaksi elektrolisis lelehan garam NaCl (yang dikenal dengan istilah sel Downs) :
Reaksi elektrolisis lelehan garam NaCl menghasilkan endapan logam natrium di katoda dan gelembung gas Cl2 di anoda. Bagaimana halnya jika lelehan garam NaCl diganti dengan larutan garam NaCl? Apakah proses yang terjadi masih sama? Untuk mempelajari reaksi elektrolisis larutan garam NaCl, kita mengingat kembali Deret Volta (lihat Elektrokimia I : Penyetaraan Reaksi Redoks dan Sel Volta).
Pada katoda, terjadi persaingan antara air dengan ion Na+. Berdasarkan Tabel Potensial Standar Reduksi, air memiliki E°red yang lebih besar dibandingkan ion Na+. Ini berarti, air lebih mudah tereduksi dibandingkan ion Na+. Oleh sebab itu, spesi yang bereaksi di katoda adalah air. Sementara, berdasarkan Tabel Potensial Standar Reduksi, nilai E°red ion Cl– dan air hampir sama. Oleh karena oksidasi air memerlukan potensial tambahan (overvoltage), maka oksidasi ion Cl– lebih mudah dibandingkan oksidasi air. Oleh sebab itu, spesi yang bereaksi di anoda adalah ion Cl–. Dengan demikian, reaksi yang terjadi pada elektrolisis larutan garam NaCl adalah sebagai berikut :
Reaksi elektrolisis larutan garam NaCl menghasilkan gelembung gas H2 dan ion OH‑ (basa) di katoda serta gelembung gas Cl2 di anoda. Terbentuknya ion OH– pada
katoda dapat dibuktikan dengan perubahan warna larutan dari bening
menjadi merah muda setelah diberi sejumlah indikator fenolftalein (pp).
Dengan demikian, terlihat bahwa produk elektrolisis lelehan umumnya
berbeda dengan produk elektrolisis larutan.
Selanjutnya kita mencoba mempelajari elektrolisis larutan Na2SO4. Pada katoda, terjadi persaingan antara air dan ion Na+. Berdasarakan nilai E°red, maka air yang akan tereduksi di katoda. Di lain sisi, terjadi persaingan antara ion SO42- dengan air di anoda. Oleh karena bilangan oksidasi S pada SO4-2 telah mencapai keadaan maksimumnya, yaitu +6, maka spesi SO42- tidak dapat mengalami oksidasi. Akibatnya, spesi air yang akan teroksidasi di anoda. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
Dengan demikian, baik ion Na+ maupun SO42-,
tidak bereaksi. Yang terjadi justru adalah peristiwa elektrolisis air
menjadi unsur-unsur pembentuknya. Hal yang serupa juga ditemukan pada
proses elektrolisis larutan Mg(NO3)2 dan K2SO4.
Bagaimana halnya jika elektrolisis
lelehan maupun larutan menggunakan elektroda yang tidak inert, seperti
Ni, Fe, dan Zn? Ternyata, elektroda yang tidak inert hanya dapat
bereaksi di anoda, sehingga produk yang dihasilkan di anoda adalah ion elektroda yang larut (sebab logam yang tidak inert mudah teroksidasi). Sementara, jenis elektroda tidak mempengaruhi produk yang dihasilkan di katoda. Sebagai contoh, berikut adalah proses elektrolisis larutan garam NaCl dengan menggunakan elektroda Cu :
Dari pembahasan di atas, kita dapat menarik beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan reaksi elektrolisis :
Baik elektrolisis lelehan maupun larutan, elektroda inert tidak akan
bereaksi; elektroda tidak inert hanya dapat bereaksi di anoda
Pada elektrolisis lelehan, kation pasti bereaksi di katoda dan anion pasti bereaksi di anoda
Pada elektrolisis larutan, bila larutan mengandung ion alkali,
alkali tanah, ion aluminium, maupun ion mangan (II), maka air yang
mengalami reduksi di katoda
Pada elektrolisis larutan, bila larutan mengandung ion sulfat,
nitrat, dan ion sisa asam oksi, maka air yang mengalami oksidasi di
anoda
Salah satu aplikasi sel elektrolisis adalah pada proses yang disebut penyepuhan. Dalam proses penyepuhan,
logam yang lebih mahal dilapiskan (diendapkan sebagai lapisan tipis)
pada permukaan logam yang lebih murah dengan cara elektrolisis. Baterai
umumnya digunakan sebagai sumber listrik selama proses penyepuhan berlangsung. Logam yang ingin disepuh berfungsi sebagai katoda dan lempeng perak (logam pelapis) yang merupakan logam penyepuh berfungsi sebagai anoda.
Larutan elektrolit yang digunakan harus mengandung spesi ion logam yang
sama dengan logam penyepuh (dalam hal ini, ion perak). Pada proses
elektrolisis, lempeng perak di anoda akan teroksidasi dan larut menjadi
ion perak. Ion perak tersebut kemudian akan diendapkan sebagai lapisan
tipis pada permukaan katoda. Metode ini relatif mudah dan tanpa biaya
yang mahal, sehingga banyak digunakan pada industri perabot rumah tangga
dan peralatan dapur.
Setelah kita mempelajari aspek kualitatif
reaksi elektrolisis, kini kita akan melanjutkan dengan aspek
kuantitatif sel elektrolisis. Seperti yang telah disebutkan di awal,
tujuan utama elektrolisis adalah untuk mengendapkan logam dan
mengumpulkan gas dari larutan yang dielektrolisis. Kita dapat menentukan
kuantitas produk yang terbentuk melalui konsep mol dan stoikiometri.
Satuan yang sering ditemukan dalam aspek
kuantitatif sel elektrolisis adalah Faraday (F). Faraday didefinisikan
sebagai muatan (dalam Coulomb) mol elektron. Satu Faraday equivalen
dengan satu mol elektron. Demikian halnya, setengah Faraday equivalen
dengan setengah mol elektron. Sebagaimana yang telah kita ketahui,
setiap satu mol partikel mengandung 6,02 x 1023partikel. Sementara setiap elektron mengemban muatan sebesar 1,6 x 10-19 C. Dengan demikian :
1 Faraday = 1 mol elektron = 6,02 x 1023 partikel elektron x 1,6 x 10-19 C/partikel elektron 1 Faraday = 96320 C (sering dibulatkan menjadi 96500 C untuk mempermudah perhitungan)
Hubungan antara Faraday dan Coulomb dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :
Faraday = Coulomb / 96500
Coulomb = Faraday x 96500
Coulomb adalah satuan muatan listrik.
Coulomb dapat diperoleh melalui perkalian arus listrik (Ampere) dengan
waktu (detik). Persamaan yang menunjukkan hubungan Coulomb, Ampere, dan
detik adalah sebagai berikut :
Coulomb = Ampere x Detik
Q = I x t
Dengan demikian, hubungan antara Faraday, Ampere, dan detik adalah sebagai berikut :
Faraday = (Ampere x Detik) / 96500
Faraday = (I x t) / 96500
Dengan mengetahui besarnya Faraday pada
reaksi elektrolisis, maka mol elektron yang dibutuhkan pada reaksi
elektrolisis dapat ditentukan. Selanjutnya, dengan memanfaatkan
koefisien reaksi pada masing-masing setengah reaksi di katoda dan anoda, kuantitas produk elektrolisis dapat ditemukan.
Berikut ini adalah beberapa contoh soal aspek kuantitatif sel elektrolisis :
1. Pada elektrolisis larutan AgNO3 dengan
elektroda inert dihasilkan gas oksigen sebanyak 5,6 L pada STP.
Berapakah jumlah listrik dalam Coulomb yang dialirkan pada proses
tersebut?
Penyelesaian :
Reaksi elektrolisis larutan AgNO3 dengan elektroda inert adalah sebagai berikut :
Katoda (-) : Ag+ + e– ——> Ag
Anoda (+) : 2 H2O(l) ——> O2(g) + 4 H+(aq) + 4 e–
Gas O2 terbentuk di anoda. Mol gas O2 yang terbentuk sama dengan 5,6 L / 22,4 L = ¼ mol O2
Berdasarkan persamaan reaksi di anoda, untuk menghasilkan ¼ mol gas O2, maka jumlah mol elektron yang terlibat adalah sebesar 4 x ¼ = 1 mol elektron.
1 mol elektron = 1 Faraday = 96500 C
Jadi, jumlah listrik yang terlibat adalah sebesar 96500 C
2. Unsur Fluor dapat diperoleh dengan
cara elektrolisis lelehan NaF. Berapakah waktu yang diperlukan untuk
mendapatkan 15 L gas fluorin ( 1 mol gas mengandung 25 L gas) dengan
arus sebesar 10 Ampere?
Penyeleasian :
Reaksi elektrolisis lelehan NaF adalah sebagai berikut :
K (-) : Na+(l) + e– ——> Na(s)
A (-) : 2 F–(l) ——> F2(g) + 2 e–
Gas F2 terbentuk di anoda. Mol gas F2 yang terbentuk adalah sebesar 15 L / 25 L = 0,6 mol F2
Berdasarkan persamaan reaksi di anoda, untuk menghasilkan 0,6 mol gas F2, akan melibatkan mol elektron sebanyak 2 x 0,6 = 1,2 mol elektron
1,2 mol elektron = 1,2 Faraday
Waktu yang diperlukan dapat dihitung melalui persamaan berikut :
Faraday = (Ampere x Detik) / 96500
1,2 = (10 x t) / 96500
t = 11850 detik = 3,22 jam
Jadi, diperlukan waktu selama 3,22 jam untuk menghasilkan 15 L gas fluorin
3. Arus sebesar 0,452 A dilewatkan pada sel elektrolisis yang mengandung lelehan CaCl2 selama 1,5 jam. Berapakah jumlah produk yang dihasilkan pada masing-masing elektroda?
Penyelesaian :
Reaksi elektrolisis lelehan CaCl2 adalah sebagai berikut :
K (-) : Ca2+(l) + 2 e– ——> Ca(s)
A (+) : 2 Cl–(l) ——> Cl2(g) + 2 e–
Mol elektron yang terlibat dalam reaksi ini dapat dihitung dengan persamaan berikut :
Faraday = (Ampere x Detik) / 96500
Faraday = (0,452 x 1,5 x 3600) / 96500 mol elektron
Berdasarkan persamaan reaksi di katoda, mol Ca yang dihasilkan adalah setengah dari mol elektron yang terlibat. Dengan demikian, massa Ca yang dihasilkan adalah :
Massa Ca = mol Ca x Ar Ca
Massa Ca = ½ x (0,452 x 1,5 x 3600) / 96500 x 40 = 0,506 gram Ca
Berdasarkan persamaan reaksi di anoda, mol gas Cl2 yang dihasilkan adalah setengah dari mol elektron yang terlibat. Dengan demikian, volume gas Cl2 (STP) yang dihasilkan adalah :
Volume gas Cl2 = mol Cl2 x 22,4 L
Volume gas Cl2 = ½ x (0,452 x 1,5 x 3600) / 96500 x 22.4 L = 0,283 L gas Cl2
Jadi, produk yang dihasilkan di katoda adalah 0,506 gram endapan Ca dan produk yang dihasilkan di anoda adalah 0,283 L gas Cl2 (STP)
4. Dalam sebuah percobaan elektrolisis,
digunakan dua sel yang dirangkaikan secara seri. Masing-masing sel
menerima arus listrik yang sama. Sel pertama berisi larutan AgNO3, sedangkan sel kedua berisi larutan XCl3.
Jika setelah elektrolisis selesai, diperoleh 1,44 gram logam Ag pada
sel pertama dan 0,12 gram logam X pada sel kedua, tentukanlah massa
molar (Ar) logam X tersebut!
Penyelesaian :
Reaksi elektrolisis larutan AgNO3 :
K (-) : Ag+(aq) + e– ——> Ag(s)
A (+) : 2 H2O(l) ——> O2(g) + 4 H+(aq) + 4 e–
Logam Ag yang dihasilkan sebanyak 1,44 gram; dengan demikian, mol logam Ag yang dihasilkan sebesar 1,44 / 108 mol Ag
Berdasarkan persamaan reaksi di katoda, mol elektron yang dibutuhkan untuk menghasilkan logam Ag sama dengan mol logam Ag (koefisien reaksinya sama)
Sehingga, mol elektron yang digunakan dalam proses elektrolisis ini adalah sebesar 1,44 / 108 mol elektron
Reaksi elektrolisis larutan XCl3 :
K (-) : X3+(aq) + 3 e– ——> X(s)
A (+) : 2 Cl–(l) ——> Cl2(g) + 2 e–
Arus yang sama dialirkan pada sel kedua,
sehingga, mol elektron yang digunakan dalam proses elektrolisis ini sama
seperti sebelumya, yaitu sebesar 1,44 / 108 mol elektron
Berdasarkan persamaan reaksi di katoda, mol logam X yang dihasilkan sama dengan 1 / 3 kali mol elektron, yaitu sebesar 1 / 3 x 1,44 / 108 mol X
Massa logam X = 0,12 gram; dengan demikian, massa molar (Ar) logam X adalah sebagai berikut:
Geometri molekul atau
sering disebut struktur molekul atau bentuk molekul yaitu gambaran tiga
dimensi dari suatu molekul yang ditentukan oleh jumlah ikatan dan
besarnya sudut-sudut yang ada disekitar atom pusat.
Di
dalam sebuah molekul atau ion poliatom terdapat atom pusat dan
substituent-substituen. Substituent yang ada terikat pada atom pusat. Substituent-substituen ini dapat berupa atom (misalnya Br atau H) dan dapat pula berupa gugus (misalnya NO2).
Terkadang sulit untuk menentukan atom pusat dari suatu molekul atau ion poliatomik. Berikut beberapa cara yang dapat digunakan untuk menentukan atom pusat yaitu sebagai berikut.
1. Atom pusat biasanya ditulis di awal rumus formulanya.
2. Atom pusat biasanya atom yang lebih elektropositif atau kurang elektronegatif.
3.
Atom pusat biasanya atom yang memiliki ukuran lebih besar dari atom
atau susbstituen-substituen yang ada. H ukuran paling kecil sehingga
tidak pernah berlaku sebagaia atom pusat.
Contoh:
BeCl2 atom pusatnya adalah Be
NH3 atom pusatnya adalah N
Elektron
valensi atom pusat yang digunakan pada pembentukan senyawa kovalen
terkadang digunakan untuk membentuk ikatan kadang tidak digunakan.
Elektron yang tidak digunakan ditulis sebagai pasangan elektron bebas
(PEB), sedangkan elektron yang digunakan dalam pembentukan ikatan
ditulis sebagai pasangan elektron ikatan (PEI). Selain PEB dan PEI pada atom pusat dapat pula terdapat elektron tidak berpasangan seperti pada molekul NO2.
Dalam suatu molekul elektron-elektron tersebut saling tolak-menolak karena memiliki muatan yang sama. Untuk mengurangi gaya tolak tersebut atom–atom yang berikatan membentuk struktur ruang tertentu hingga tercapai gaya tolak yang minimum. Akibat yang ditimbulkan dari tolakan yang yang terjadi yaitu mengecilnya sudut ikatan dalam molekul. Urutan gaya tolak dimulai dari gaya tolak yang terbesar yaitu sebagai berikut.
1. Gaya tolak antar sesama elektron bebas (PEB vs PEB)
2. Gaya tolak antara pasangan elektron bebas dengan elektron ikatan (PEB vs PEI)
3. Gaya tolak antar pasangan elektron ikatan (PEI vs PEI).
Beberapa Bentuk Molekul Berdasarkan Teori VSEPR
Pada
penentuan struktur ruang molekul-molekul berdasarkan teori VSEPR
umumnya atom pusat atom pusat dilambangkan dengan A, jumlah atom yang
diikat atau jumlah pasangan elektron ikatan (PEI) dilambangkan dengan X
dan pasangan elektron bebas atom pusat dilambangkan dengan E. Berbagai struktur ruang molekul dapat dilihat pada tabel di bawah.
Dengan
cara kondensasi partikel larutan sejati bergabung menjadi partikel koloid. Cara
ini dapat dilakukan melalui reaksi-reaksi kimia seperti reaksi redoks,
hidrolisis, dekomposisi rangkap, atau dengan pergantian pelarut.
1) Reaksi subtitusi
Misalnya
larutan natrium tiosulfat direaksikan dengan larutan asam klorida , maka akan
terbentuk belerang. Partikel belerang akan bergabung menjadi semakin besar
sampai berukuran koloid sehingga terbentuk sel belerang. Seperti reaksi
Na2SO3(aq)+ 2HCl(aq) →2 NaCl(aq)+ H2O(l) + S(s)
2) Reaksi Hidrolisis
Reaksi
hidrolisis adalah reaksi suatu zat dengan air. Sol Fe(OH)3 dibuat
melalui hidrolisis larutan FeCl3, yaitu dengan memanaskan larutan
FeCl3. Hidrolisis larutan AlCl3 akan menghasilkan koloid
Al(OH)3. Reaksinya adalah:
FeCl3(aq) + 3H2O(l) → Fe(OH)3(s) +3HCl(aq)
AlCl3(aq) + 3 H2O(l) →
Al(OH)3(s)
+ 3HCl(aq)
3) Reaksi Redoks
Reaksi
redoks adalah reaksi yang disertai perubahan bilangan oksidasi. Pembuatan sol
belerang dari reaksi antara hidrogen sulfida (H2S) dengan belerang
dioksida (SO2), yaitu dengan mengalirkan gas H2S kedalam
larutan SO2
2H2S(g) + SO2(aq) → 2H2O(l) + 3S (s)
4) Reaksi
Dekomposisi Rangkap
Contohnya
adalah pembuatan sol As2S3 dengan mereaksikan larutan H3AsO3
dengan larutan H2S. Reaksinya adalah sebagai berikut:
2H3AsO3(aq) + 3H2S(aq) → As2S3(s) + 6H2O(l)
5) Penggantian Pelarut
Cara
ini dilakukan dengan menggnti medium pendispersi sehingga fase terdispersi yang
semula larut menjadi berukuran koloid. Misalnya larutan jenuh kalsium asetat
jika dicampur dengan alcohol akan terbentuk suatu koloid berupa gel.
b. Cara Dispersi
Dengan
cara dispersi partikel kasar dipecah menjadi partikel koloid. Cara dispersi
dapat dilakukan secara mekanik, peptisasi, atu dengan loncatan bunga listrik(busur
bredig).
1) Cara mekanik
Gambar 1. Pembuatan koloid dengan cara mekanik
Dengan
cara ini, butir-butir kasar digerus dengan lumpang, sampai diperoleh
tingkat kehalusan tertentu, kemudian diaduk dengan medium pendispersi. Contoh
pembuatan sol belerang dengan menggerus serbuk belerang bersama zat inert
seperti gula pasir, kemudian mencampur dengan air.
Di rumah kalian bisa membuat sistem koloid dengan sistem dispersi dengan cara seperti video berikut.
2) Cara peptisasi
Cara
peptisasi adalah pembuatan koloid dari butir-butir kasar atau dari suatu
endapan dengan bantuan zat pemecah (pemeptisasi).
3) Cara busur bredig
Cara
busur bredig digunakan untuk membuat sol-sol logam. Logam yang akan dijadikan
koloid digunakan sebagai elktrode yang dicelupkan kedalam medium dispersi,
kemudian diberi loncatan listrik dikedua ujungnya. Mula-mula atom logam akan
terlempar kedalam air, lalu atom tersebut mengalami kondensasi sehingga
membentuk partikel koloid. Jadi cara busur bredig ini merupakan gabungan cara
disperse dan kondensasi.
Sistem
koloid dari partikel padat atau cair yang terdispersi dalam gas disebut
aerosol. Jika zat yang terdispersi berupa zat padat disebut aerosol padat, jika
zat yang terdispersi berupa zat cair disebut aerosol cair. Aerosol padat contohnya:
asap dan debu di udara, aerosol cair contohnya: kabut dan awan.
Gambar 1. Kabut
Sistem koloid dari partikel
padat atau cair yang terdispersi dalm gas disebut aerosol. Jika zat yang
terdispersi berupa zat padat, disebut aerosol padat; jika zat yang terdispersi
berupa zat cair, disebut aerosol cair. Dewasa ini banyak produk dibuat dalam
bentuk aerosol, seperti semprot rambut (hair
spray), semprot obat nyamuk, parfum, cat semprot, dan lain-lain.
Gambar 2. Cat semprot
2. Sol
Sistem koloid dari partikel
padat yang terdispersi dalam zat cair disebut sol. Koloid jenis sol banyak
ditemui dalam kehidupan sehari-hari contohnya: sol sabun, sol detergen, sol
kanji, tinta tulis, air sungai berlumpur dan cat.
Gambar 3. Sol emas
3. Emulsi
Sistem
koloid dari cair yang terdispersi dalam zat cair lain disebut emulsi. Syarat
terjadinya emulsi adalah kedua jenis zat cair itu tidak saling melarutkan. Emulsi
dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu emulsi minyak dalam air atau emulsi
air dalam minyak. Contoh emulsi minyak dalam air adalah santan, susu, dan
lateks. Contoh emulsi air dalam minyak adalah minyak ikan, minyak bumi. Emulsi
terbentuk karena adanya pengemulsi (emulgator). Contohnya adalah kasein dalam
susu dan kuning telur dalam mayonise,
kasein dalam susu.
Gambar 4. Susu
4. Buih
Sistem
koloid dari gas yang terdispersi dalam zat cair disebut buih. Seperti halnya
dengan emulsi, untuk menstabilkan buih diperlukan zat pembuih, misalnya sabun,
deterjen, dan protein. Buih dapat dibuat dengan mengalirkan suatu gas ke dalam
zat cair yang mengandung pembuih. Buih digunakan pada berbagai proses, misalnya
buih sabun pada pengolahan bijih logam, pada alat pemadam kebakaran, dan
lain-lain. Adakalanya buih tidak dikehendaki. Zat-zat yang dapat memecah atau
mencegah buih,antara lain eter, isoamil alkohol, dan lain-lain.
Gambar 5. Buih sabun
4. Gel
Koloid
yang setengah kaku (antara padat dan cair) disebut gel. Contoh: agar-agar, lem
kanji, selai, gelatin, gel sabun, dan gel silika. Gel dapat dibentuk dari suatu
sol yang zat terdispersinysa mengadsorbsi medium dispersinya sehingga terjadi
koloid yang agak padat.
Berdasarkan
sifat keelastisitasnya, gel dapat dibagi menjadi:
Gel elastis yaitu dapat
berubah bentuk jika diberi gaya dan kembali ke bentuk awal jika gaya
ditiadakan. Contoh adalah sabun dan gelatin.
Gel non-elastis artinya tidak
berubah jika diberi gaya. Contoh adalah gel silika.
Untuk
mereview yang sudah dipelajari dan untuk memudahkan mengingatnya saksikan video
berikut !
Sumber
: https://www.youtube.com/watch?v=CIYqrTfpOxs